Jumat, 30 Oktober 2009

GO World



Ahhh…. Akhirnya, aku sampai juga ke dunia manusia yang sesungguhnya. Hmmm… menyenangkan sekali deh rasanya. Hehehe…. Tapi tetap saja aku membawa pengawal ke sini. Syukurlah aku sudah memaksanya untuk pulang sehari setelah aku sampai disini. Dan dia boleh kembali lagi ke sini dalam waktu 2 minggu.

Dengan begitu, aku bisa santai berada disini. Uaahhh…. Trrk trrk. Wah tulang-tulangku sampai berbunyi lho. Ternyata benar kata Rick, dunia Grinwell jauh lebih bersih dan segar di banding dunia manusiaku. Hmm… biasanya kalau di istana, aku dengan mudah meregangkan tubuh dengan santai, dan menghirup udara segar yang nyaman. Lalu dengan Rick menemaniku—lagi—kami akan minum the bersama sambil memandang langit yang dipenuhi burung-burung yang berkicau, laut biru yang dihiasi oleh para putri duyung dan tanah yang dihiasi rerumputan berwarna hijau serta bunga-bunga beraneka ragam.

Haah… sekarang aku sedang berada di beranda rumahku. Oh iya, Rick pasti belum terlalu terbiasa dengan dunia ini, makanya, dia pasti akan telat bangun deh. Aku bangunin dia dulu ah. Oh ya, pengawalku itu adalah Rick, kekasihku, calon suamiku 3 tahun lagi. Masih lama, ya? Tapi… tenang saja, hubungan kami akan tetap langgeng kok.

Hmm, kuceritakan kilas balik kehidupanku sebelum ini, ya. Aku Sharpay Evans kabur dari rumah karena perceraian orang tua. Tiba-tiba aku berada di dunia Grinwell padahal seharusnya aku sudah mati. Dan aku bertemu lagi dengan Rick yang adalah orang yang sudah ditetapkan akan menjadi calon suamiku ketika aku lahir. Dan saat ini, aku kembali ke dunia manusia setelah tinggal disana selama setahun. Sekarang aku berumur 15 tahun. Seharusnya, aku sekarang sudah masuk kelas 1 SMA di dunia manusia. Di Grinwell, aku juga belajar lho. Tapi kalau disini, istilahnya seperti study home gitu deh.

Pelajaran di Grinwell tak jauh berbeda dengan pelajaran di dunia manusia. Hanya saja, di Grinwell aku diajarkan tentang kerajaan, bukan tentang Negara. Tapi, disana ada juga pelajaran yang membahas tentang dunia ini. Maka, aku mengambil pelajaran tentang dunia ini dong.

Grinwell itu seperti terminal untuk pergi ke dunia lain. Tapi yang bisa berpergian tentu saja hanya para keluarga kerajaan. Kalau kau bukan keluarga kerajaan, maka kau harus mengikuti jalan yang super sulit, super jauh dan… setelah kelelahan, kau akan sampai di sebuah pintu yang tersembunyi. Kalau kau tidak pandai, maka kau tak akan dapat menemukan pintu itu. Dan pintu itu akan mengantarmu ke tempat manapun di dunia ini yang kau inginkan. Sungguh perjuangan yang sulit bukan?

Tapi, ibuku pernah menemukan pintu itu, aku juga. Dan aku tiba di rumah Rei, temanku dan juga teman Rei. Sedang ibu sampai di dekat istana dan ditemukan oleh ayah Rick. Dan daris situlah asal mula perjodohanku dengan Rick. Ibu yang tidak diizinkan tinggal oleh nenek membuat janji dengan raja sehingga anak mereka berdua harus bersatu. Dan jadilah.

Tok tok tok. “Rick… aku masuk ya,” kataku sebelum membuka pintu. “Rick?!”

“Kenapa?”

“Kamu sudah mandi ya? Aku pikir kamu nggak bisa bangun karena nggak terbiasa. Ahh… berarti kamu yang duluan bangun ya?”

“Hahaha… habis aku ini cowok. Aku nggak malas. Tenang saja, aku nggak mau membuang-buang waktu hari ini hanya untuk tidur-tiduran. Kan kamu yang minta aku untuk pulang hari ini?!”

“Iya iya. Nah… kalau kamu sudah mandi, aku juga mau mandi ya…” kataku lalu segera berlari ke kamar. Mau mandi lah. Aku segera menggulung rambutku ke atas. Susah loh. Rambutku sekarang sudah panjang banget. Padahal sudah digunting. Tapi nggak apa-apalah. Malah tambah cantik.

Aku mengambil bajuku. Aku memakai tank top berwarna biru—warna kesukaanku—dan memakai cardigan berwarna putih. Lalu memakai rok tar-tar berwarna putih. Sepatu bertali warna biru. Lalu aku mengikat rambutku. Kalau sudah begini, seharusnya Rick tidak perlu komentar lagi tentang baju dunia sini.

Saat aku masuk ke ruang makan, kulihat mama, papa Brian, papa, mama Yukino, dan Tsukiyo sedang duduk dengan Rick di meja makan. Rick sedang membaca Koran bersama kedua papaku. Hahaha… tepatnya dia duduk diantara kedua papaku. Nah, kedua papaku ini membaca Koran yang berlainan. Maklumlah, sudah kebiasaan. Rick yang berkemampuan tinggi membaca kedua Koran itu dengan cepat. Jadi setelah selesai membaca kedua Koran itu (yang kebetulan topiknya sama), dia segera meminum susunya. Padahal mama seharusnya memberikan dia kopi atau the, bukan susu.

Kedua papaku melipat Koran bersamaan. Lalu menghela napas secara bersamaan pula. Kebetulan, mereka bekerja di kantor yang sama, untuk bagian yang sama. Jadi, mereka selalu pergi, pulan dan kerja bersama. Kebetulan kan?

“Siapa yang membuka kode pintu pengaman ya?” tanya papa.

“Apa kode pintu pengamannya ya?” tanya papa Brian.

“Yang membuka adalah Fardin, dia datang bersama 7 kawannya. Lalu kode pintu pengamanannya adalah 6K7fth489.” Kata Rick sambil menyeruput susu sapanya. Saat itu, aku sedang makan roti selai strawberry. Aku segera tersenyum dan mengedip pada Rick ketika dia memandangku. Habis kedua ayahku langsung kaget sih.

“Rick. Koran mana yang kamu baca?” tanya kedua papaku bersamaan. Aku jadi terkikik. Mama dan mama Florence juga ikut tertawa.

“Papa-papaku tersayang. Rick tadi baca 2 koran. Satu punya papa, satu punya papa Brian. Jadi, kalau mau berita yang lengkap, baca 2 koran gitu, deh. Ok?” aku tertawa lalu mengunyah kembali roti yang sudah kutambahkan susu kental manis.

“Oke papa-mamaku. Aku sekarang mau pergi. Soalnya sebentar sore Rick bakal balik. Jadi kami mau jalan-jalan dulu. Dadah mama-papaku. Dadah Tsukiyo,” aku melambaikan tangan pada semuanya. Rick juga, dan kami segera naik ke dalam mobil. Biarpun dari Grinwell, Rick bisa menyetir mobil lho. Hebat kan? Dia memang pandai lho.

“Shar, kamu lebih cocok pakai baju Grinwell deh.” Katanya sambil menyetir.

“Ih… Rick, kamu ini dari kemarin deh. Aku memang lebih suka baju Grinwell kok. Tapi kamu lebih cocok pakai baju dari sini lho.” Kataku sambil tertawa dalam hati. Baju Grinwell tuh bagus-bagus semua lho. Aku suka banget sama baju-bajunya.

Oh ya, ini rahasia lho. Semua tentang Grinwell itu adalah rahasia. Yang tahu hanya aku, mama, papa dan Rick. Mama Florence, Papa Brian dan Tsukiyo sama sekali tidak thu. Mereka hanya tahu kalau aku dan Rick itu sudah dijodohkan, dan aku tinggal di “Negara” Rick yang kami beri identitas sebagai Negara China. Hahaha… tapi kalau Tsukiyo yang notabene pandai dan pendiam disuruh bicara pakai bahasa mandarin oleh bo-nyok, aku malah nggak ngerti dia ngomong apa. Maklumlah, Tsukiyo anaknya sudah tinggal di China selama 6 tahun, makanya dia bisa bicara dengan lancar. Nah, makanya dia pendiam, dia tidak terlalu suka berbahasa.

“Gimana dengan ramuan penyembuh jampi-jampimu? Apa sudah berhasil?” tanya Rick.

“Berhasil 100%. Baunya ituloh… aku paling nggak suka deh. Nggak enak banget, kayak bau beruang gosong yang basi,” kataku.

“Aku juga nggak suka. Ih… kalau bau beruang gosong sih masih mendingan, gimana kalau bau usus naga panggang yang gosong dicelupin ke kotoran sapi lalu dibiarin selama 3 hari. Baunya kira-kira kayak begitu tuh,” katanya berkelakar.

“Hahaha…”

Di Grinwll, kami juga diajarkan bagaimana cara meramu ramuan. Masakan, minuman obat-obatan atau apapun. Tapi yang boleh mengambil pelajaran ini hanya orang-orang khusus juga. Kalau semua orang bisa, maka Grinwell akan menjadi negri yang kotor karena kecongkakkan. Yang bisa hanya anggota keluarga, para tabib dan penyihir tentunya. Dan aku sangat bersyukur Rick mau meminta pada para tabib untuk mengajarkanku cara meramu. Tapi, tentu saja ada syaratnya. Aku harus berhasil pada ramuan pertamaku. Dan…. aku berhasil. Of course, dengan Rick di hatiku.

“Eh, Rick darisitu belok ke kiri ya,”

“Mau ke sekolah kamu ya?”

“Iya… kata Tsukiyo tadi, hari ini kakak-kakak kelas mau reuni-an di sekolah. Aku kan termasuk kakak kelas. Lagipula, acaranya bebas dan terbuka kok. Siapa tahu saja bisa ketemu Braniacs, Becky dan kawan-kawan yang lain,” kataku menjelaskan. Sementara itu Rick mengangguk sambil membelokkan mobil ke kiri. Aku senang banget punya pacar kayak Rick. Rick itu sudah tampan, manis, baik, panda, perhatian, sayang sama aku dan nggak cepat marah lagi. Enak banget lho. Makanya, aku akan tetap berusaha menjadi pacar yang baik dan saat ini, aku ingin belajar bagaimana caranya menjadi istri yang baik. Wah, pikiranku sudah terlalu panjang ya? Hehehe…. Tak apalah.

“Rick, kamu mau ikut turun nggak?” tanyaku.

“Maunya?” dia malah balik bertanya. Walau sebenarnya aku yakin dia tahu aku ingin dia ikut. Hahaha… Rick memang ingin aku sebagai marinirnya.

“Ya turun dong. Oke… sudah diputuskan kita turun sama-sama. Oh ya Rick, kamu sudah tahu belum yang mana yang Braniacs? Lalu menurut kamu dia itu bagaimana?” tanyaku sambil melepaskan seat-belt yang menahan tubuhku. Rick juga sudah selesai membuka seat-belt dan sementara aku mengambil tas dan barng-barang lainnya, dia membukakan pintu mobilku. Wuihh… sudah lama nggak dibukain pintu sama orang lain. Di dunia manusia maksudku. Kalau di Grinwell, kalau bersama dengan orang-orang berpengaruh alias berkelas alias para bangsawan, maka pintu harus dibukakan. Kalau Mia dan yang lain sudah tahu kalau aku lebih suka membuka pintu sendiri. Masih terbiasa dengan adat di dunia lama. Hehehe…

Lagipula saat ini yang membuka pintu adalah pacarku dan yang dibuka adalah pintu mobil. Beda kan? Hahaha… aku segera menggandeng lengan Rick dengan manja. “Rick, aku jadi ingin ketemu Rei. Bisa nggak ya?”

“Hahaha… baru juga kemarin sore ketemunya. Dia kan juga ikut ngantar kita sampai ruang permata. Lagipula, kalian sampai nangis-nangis, peluk-pelukan, lambai-in sapu tangan putih, lalu berlarian berpelukan lagi. Seperti mau berpisah selama 1 tahun saja. Padahal pisahnya cuma 2 minggu. Kalian 26 kali lebih berlebihan,”

“Ih… Rick nggak usah segitunya kali. Yang kemarin tuh, kita lagi cuma pengen nangis kok. Tiba-tiba teringat dongeng lagi. Jadi nangis lagi. Gitu… lagian kayaknya Rei merasa kalau kita bakal berpisah selama 3 bulan kok. Jadi kami nggak lebai 26 kali tapi cuma 4 kali saja. 3 bulan itu 13 minggu lho, berarti 4 kali doing kan? Hahaha…” Rick mengacak-acak rambutku lagi. Aku masih teringat kejadian malam itu.

Rei sedang menceritakan dongeng dan legenda tentang padang pasir tempat untuk pergi ke pintu kemana saja kayak punyanya doraemon itu ho. Yang bisa menghubungkan Grinwell dengan tempat mana saja. Dongengnya agak romantis dan bisa membuat orang menangis. Lalu, mengenai insting cewek kami yang mengatakan kami akan berpisah selama 3 bulan itu betul lho.

Aku jadi teringat kejadian di ruang permata. Aku dan Rei menangis sambil berpelukan, “Rei…. Aku, bakal hiks hiks rindu banget deh sama kamu. Hiks hiks… kamu juga rindu aku ya!? Nanti aku bakal ingat kamu terus lho. Hiks… hiks… REIiiiiiii….”

Dan acara nangis bombay yang terlalu banyak lapisnya kayak bawang Bombay dimula deh. Rei sampai membawa dua sapu tangan putih. Satu dipakai untuk menyeka air mataku, yang satu lagi untuk dirinya. Dengan gaya dramatis, dia menyeka air mataku sambil berkata, “Sharpay, aku akan selalu menyayangimu dan mengingatmu dari sini. Hiks hiks… aku mohon… hiks hiks… kok aku nangis terus sih?”

“Udah… aku juga ngangis terus kok. Hik hiks… kamu mohon… apa?” aku meletakkan tanganku dibahunya lalu dengan sapu tangan putih itu menyeka air mataku yang sudah mencapai 300ml. wuiihhh…. Banyak amat.

“Aku mohon kamu simpan sapu tangan ini sebagai cindera mata dari aku. Ingat ya… harus kamu basahi terus dengan air mata. Hiks hiks… nggak boleh kering lho, dan nggak boleh basah sama hiks hiks… sama air biasa, harus sama air mata yang asin,” kata Rei sambil mengambil sapu tanganku yang masih belum terlalu basah. Dia menyeka wajahnya dengan sapu tanganku.

“Tinggal tambah garam saja kan?”

“Nggak orisinil ih… Rick! Kamu harus bikin dia nangis pas kamu mau pulang ya…! Awas kalau nggak!” ancam Rei sambil menggoyang-goyangkan sapu tangannya.

“Akhirnya kalian berdua ingat juga sama aku. Tenang saja, kalau Sharpay sih, nggak akan nangis air mata ya …” kata Rick sambil mengelus-ngelus rambutku.

“Tentu saja! Aku nggak akan nangis di depan Rick,” kataku sambil mengacungkan tangan. Rei juga ikut-ikutan.

“Kamu nanti mau nangis darah. Oke?” kata Rick sambil menghindar dari tendanganku yang hampir mendarat di tengkuknya. Tapi sayang, dia kena bogemnya Rei. Kasihan juga pipi kirinya.

“Rick!! Kamu jahat ih…” teriak aku dan Rei berbarengan.

“Nggak! Cuma nakal aja kok,”

Lalu ketika aku sudah mau pergi, Rei tiba-tiba berbisik di telingaku dengan lembut, “Aku akan merindukanmu. Gunakan sapu tangan itu dengan baik. Seperti orang itu, ya!”

“YA! Oh ya Rei, jaga Rick selalu ya. Dan kalau bisa, ceritakan juga dongeng itu padanya. Ok? Cayoo everlasting!” dan aku segera melambaikan sapu tanganku yang sudah basah sepenuhnya padanya. Kalau acara perpisahan dengan Rick itu masih besok. Jadi… tenang saja, acara berurai air mata masih akan berlanjut sampai besok.

“Rick… aku memikirkan untuk memotong rambutku. Apa aku potong saja ya? Kalau aku potong kamu senang nggak?”

“Hmmm… tergantung. Kalau kamu senang, aku juga senang. Tapi kalau memang kamu minta pendapat aku… mumpung di Grinwell lagi akan musim panas, kamu potong saja ya. Dan aku juga ada perasaan kamu harus potong rambut deh. Lagian pas banget, kamu juga nanya sih. Jadi… hari ini kamu potong rambut ya! Aku harus lihat model apa yang kamu pilih, dan aku harus jadi orang ketiga yang melihatnya. Oke?” Rick menggandeng tanganku masuk ke dalam sekolah.

“Orang ketiga? Kenapa nggak yang pertama?”

“Yang pertama si hair style, yang kedua kamu, jadi yang ketiga aku,” Rick menjelaskan sambil menyisir rambutku dengan jarinya.

“Hmm… aku kasih kamu kehormatan untuk menjadi yang kedua melihat deh. Aku akan tutup mata kalau sudah mau selesai. Jadi, kamu akan jadi orang yang kedua melihat. Oke?”

“Oke!”

Dan sementara berbincang dengan Rick, kami sudah sampai di depan halaman sekolah. Wah… ada banyak murid nih. Ih… anak-anak itu lucu semua deh. Eh… yang cowok imut tuh. Wah anak cewek yang itu cantik banget… bergerombol lagi. Anak kelas 3 ya? Ada 1,2,3,4 orang. Eh, Tsukiyo ada didalamnya lho. Wah, teman-temannya cantik-cantik semua tuh.

“Rick… kita samperin Tsukiyo yuk?!”

“Hmm… Hai Tsukiyo,” Rick menyapa Tsukiyo lebih dulu. Ih… Rick curang nih, aku yang ngajak dia yang duluan nyapa.

“Hai Tsukiyo. Hai… perkenalkan, aku Sharpay. Kakaknya Tsukiyo,” kataku sambil tersenyum manis. Mereka semua cantik-cantik. Mereka menggenggam tanganku sambil memperkenalkan diri masing-masing. Nama mereka Luna, Chika, Sabrina.

Kalian tahu kalau sesama makhluk cantik berkumpul? Batu sekalipun akan terpana memandang mereka. Ini juga yang terjadi di sekolah itu. Sharpay yang cantik bagai bunga mawar yang mekar. Luna, Chika, Sabrina dan Tsukiyo yang cantik bagai lilac menghiasi mawar merah yang mekar. Dan disamping mereka ada si pangeran yang tampan tak terhingga. Senyum yang manis, ketampanannya pun semakin kentara di tengah-tengah bunga yang mekar. Mereka berlima seperti sesuatu yang sangat sayang kalau dibiarkan tanpa dilihat.

“Jadi… sebenarnya kalian itu mempunyai grup dan grup itu bernama Veluchisatsu? Tapi kalau namanya Veluchisatsu, seharusnya ada lima orang kan? Kalian hanya 4 orang lho. Yang satu lagi mana?” tanyaku sambil memandang mereka yang cantik-cantik. (maaf kalau aku membandingkan mereka dengan Rick yang cowok. Habis… Rick juga terlihat sangat cantik seperti lukisan sih)

“Hmm… yang satu lagi namanya Vega. Dia sudah menghilang sejak bulan lalu. Tak ada kabar lagi tentangnya,” kata Luna ynag sejak tadi aku nilai sepertinya yang paling cantik. Anaknya berambut panjang bergelombang. Tubuhnya tinggi semampai, Pokoknya cantik plus imut banget deh.

“Lalu, bagaimana dengan ujiannya?”

“Sepertinya dia harus mengulang kelas 3 lagi. Pak kepala sekolah pasti akan memberi izin deh. Lagipula, ini sekolah swasta kan?” kata Sabrina yang berambut pendek namun lurus. Matanya tajam, dan tangannya kelihatan kuat, walau mungkin akan tetap kalah kalau harus dipertandingkan dengan Rick.

“Tapi… dengar-dengar… karena nilai tugas dan pr-nya tetap bagus, dia akan diber kelonggaran walaupun tidak mengikuti ujian try out, dia diperbolehkan mencoba mengikuti ujian akhir. Tapi… tentu saja dia harus datang ke sekolah. Tidak mungkin dia harus mengerjakan ulangan di dalam rumah kan?” kata Chika yang mungil. Rambutnya panjang dan lurus, mirip rambutku walau Rambutnya tak sepanjang rambutku. Mungkin susah baginya merawat Rambutnya tetap sepanjang aku. Kalau aku, aku kan dibantu oleh Mia dkk.

“Kata kalian, kabarnya sudah tak terdengar selama 1 bulan ini. Lalu pr dan tugasnya siapa yang buat?”

“Tugas-tugas yang kakak lihat semalam itu punya Vega. Aku yang mengerjakannya. Setidaknya, meniru tulisannya yang mirip tulisanku tidaklah susah,” kata Tsukiyo. Dia lalu tersenyum manis sekali. Wah… kelihatan banget kalau dia orang Jepang. Bola mata hitam, rambut hitam, tapi kulitnya putih. Rambutnya juga tak sebegitu panjang, hanya sebahu namun Rambutnya bervolume dan sangat indah.

Kalau Rick… hehehe. Rick tetap yang nomor satu deh. Rambut tembaganya yang kecoklatan berkilau ditimpa sinar matahari. Matanya yang berwarna biru tua sangat tenang namun sangat menghanyutkan juga. Wah… benar-benar tampan. Postur tubuhnya juga bagus banget. Tegap dan tidak berlebihan lemak kayak cowok-cowok yang diiklankan. Dadanya bidang dan tangannya tidak terlalu kelihatan sangat berotot, walaupun kekuatan yang tersimpan lebih banyak dari yang bisa kupikirkan. Dia tiba-tiba memandangku. Tak terasa wajahku telah memerah, dan akupun tersenyum semanis-manisnya. Tapi tentu saja senyumku tulus.

Uuuhhh… senyumnya manis banget. Dia tersenyum, senyum yang sangat menawan. Dan dengan tidak kentara, dia memegan tanganku dan menyimpan di punggungnya. Waduh! Rick, kamu jangan te-pe dong. Nanti anak-anak sini pada mau rebut kamu dari aku lagi. Aku saja terpesona, Apalagi orang lain. Hehehe… perhatian! Perhatian! Jangan pernah merebut Jericho dari Sharpay Evans! Harap dimaklumi…

“Ehem ehem… kak Sharpay sama kak Ricko pergi saja sekarang. Yang ada disini belum punya cowok semua nih. Nanti kak Rickonya kami rebut lho,” kata Tsukiyo sambil mendorong kami berdua.

“Iya iya… bye-bye semuanya…” aku berkata dengan riang. Sementara Rick melambaikan tangannya dengan gaya maskulin.

“Hehehe… Rick, semakin aku perhatikan, kamu semakin tampan saja deh,”

“Itu karena kamu perhatikan aku setahun sekali, makanya perubahannya kamu rasa jauh banget,” kata Rick sambil memutar matanya. Walau begitu, dia tetap memegang tanganku dengan erat. Tau deh, Rick… kamu sekarang lagi narsis banget kan?

“Rick… aku sayang banget sama kamu. Kamu?”

“Sayang banget dan ini akan bertahan selamanya,”

“Kalau misalkan aku menghilang kayak dongeng padang pasir?”

“Menghilang? Aku akan nyelamatin kamu, karena aku yakin kalau kamu menghilang kamu pasti berada dalam bahaya. Aku pasti akan menemukanmu,” katanya sambil memandangku lagi dengan senyumnya yang sangat menawan.

“Dengan kekuatan cinta…”

“Hahaha… certainly. Hmmm… dongeng padang pasir? Aku belum pernah dengar,”

“Hmmm… aku bara dengar dua hari yang lalu kok. Nanti kamu tanya saja sama Rei, nanti dia ceritain kok,” kataku sambil menatap matanya. Entah bagaimana pandangan mataku saat itu, tapi mungkin itu tatapan rindu, sayang, kehilangan, kecemasan, takut, senang bahagia, Pokoknya aku tak bisa memastikannya dengan benar.

Berpuas-puaslah menatap Rick. Karena selama 3 bulan mendatang kau akan kehilangan dirinya. Kau akan kehilangan sampai rasanya ingin mati. Maka, jangan buang kesempatan ini. Karena… mungkin kau tak seberuntung dongeng padang pasir. Mungkin kau tak akan bertemu dengannya lagi…selamanya.

Salice n Sally 17

A wish

Aku sudah memakai semua perlengkapan baletku. Tapi, dengan sedikit panic aku memeriksa lagi semua barangku. Dengan agak panic, aku mencari celah yang tertinggal. Tapi memang tidak ada celah dan kesalahan saat ini, setidaknya belum.

Aku mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Semua peserta sepertinya memandangku. Tapi mungkin itu hanya perasaanku saja. Mungkin ini hanya karena gossip itu. Walau memang nyaris seperti kenyataan. Aku hadir disini sebagai Sally, yang merupakan juara sejak kecil. Siapa yang tidak gugup melawan juara? Tapi disini juga ada yang sudah professional. Aku pernah melihat mereka pernah pentas bersama Aaron. Mereka hebat.

Syukurlah ini hanya sebuah konser. Aku yang masih amatir ini akan berdiri sebagai salah satu penari utama, sedangkan mereka yang memang sudah berusaha dari dulu hanya dibawahku saja. Aku hanya agak menyesal, mengapa para produser dan koreografer tari tidak mengadakan tes dulu? Aku masih awam dan kalau tidak ada Aaron, aku yakin konser ini akan hancur.

Swan Lake. Aku akan menari sebagai si Odel. Aku selalu gagal dalam melakukan 32 langkah berputar. Selalau jatuh atau keseimbanganku kacau. Saat ini hanya satu keinginanku, berhasil melakukan adegan klimaks yang menunjukkan kesenangan Odel.

Oh my god! Ini giliranku. 5 4 3 2 1!

Aku segera menyingkap layar dan mulai menari merayu sang pangeran. Aku agak gugup memandang penonton. Mereka memandangku dengan serius dan terkesima. Dan tanpa sadar aku mengubah raut wajahku menjadi raut wajah yang licik. Dan ketika telah berhadapan dengan pangeran itu aku telah bergerak dengan licin. Ya! Selicin belut dalam merayu pangeran agar mengatakan cinta padaku, angsa hitam. Agar si angsa putih terkutuk. Ya! Itulah tujuanku berada di atas panggung ini. Bukan hanya sekedar menari. Aku harus benar-benar membuat pangeran jatuh cinta padaku.

Lihatlah kemari wahai pangeran! Jangan melihat ke arah lain. Akulah gadis yang kau cintai. Katakan bahwa kau mencintaiku. Katakan! katakan! Maka aku akan senang dan gadis itu akan terpuruk dalam kesedihan. Oh ayolah… lihat kemari. Aku mencintaimu. Lihatlah, sangat mudah bagimu untuk mengucapkan kalimat itu. Ya… kau mencintaiku…

»«»

Aku membawa sebuket mawar di tanganku. Well, tadi aku sungguh terkesima. Dia sangat hebat tadi. Entah bagaimana dia bisa bergerak sehalus dan seindah itu. Aku bisa melihat, anak cowok itu memang terkesima dan jatuh cinta padanya. Bukan hanya pura-pura, bocah itu benar-benar memandang Salice dengan penuh cinta. Salice tadi memang begitu mempesona dan dia memang seperti benar-benar menggoda pangeran. How on earth she could do it perfectly? Dan yang paling membuat hatiku terusik adalah adegan klimaks 32 putaran itu berhasil dilakukannya dengan sempurna. Dengan senyum menghiasi wajahnya. Gerakannya seperti benar-benar menunjukkan dia sangat senang dan berhasil dengan baik. Dia… kelihatan benar-benar senang ketika dancer itu bersumpah mencintainya. Terus terang, aku cemburu.

Aku hampir sampai di depan kamar ganti ketika aku melihat banyak yang menyalaminya. Dia tersenyum dengan manis sekali. Well, dia memang cantik. Aku hampir saja melangkah ketika melihat si penari utama pria, yang belakangan kuketahui bernama Takumi, datang menghampirinya.

Salice sepertinya agak kaget. Dan teman mereka satu persatu pergi mengatakan ada urusan. Well, sebenarnya ini untuk memberi mereka waktu berdua. Dia kelihatannya agak risih dan sedikit gugup. Takumi hanya diam saja memandangnya.

Tapi tiba-tiba anak brengsek itu sudah meraih tangan Salice dan mengatakan sesuatu. Tiba-tiba dia mendorong Salice dengan tangannya ke dinding. Dia mendekatkan kepalanya…

Kurang ajar!

»«»

Aku merasa sangat lega. Satu bebanku telah kuselesaikan. Rasanya, pundakku jadi sangat ringan. Aku segera berjalan menuju kamar ganti. Tapi, di depan pintuku teman-teman sudah berdiri sambil tersenyum. Waduh… ternyata mereka mau menyelamatiku. Well, konsernya sudah selesai. Dan aku berhasil tidak melakukan kesalahan. Dan dari reaksi mereka, sepertinya aku menari dengan bagus. Aku tadi juga menerima ucapan-ucapan selamat dari para produser. Hehehe… konser tadi juga kami menerima encore. Encore itu merupakan permintaan mengulangi konser. Hmmm… menyenangkan sekali.

Tiba-tiba Takumi datang. Oh ya, ini konser gabungan. Ada beberapa penari dari Jepang. Dan aku juga bukan penari local kan? Tiba-tiba semua serempak bilang ada urusan. Hmm… jangan-jangan mereka mau memberikan waktu pada kami? Hahaha… mana mungkin sih ya. Kami kan tidak ada tanda-tanda saling suka.

Aku menyapa Takumi. Ketika melihat wajahnya, aku langsung gugup. Wajahnya serius. Tapi, sorot matanya membuat aku risih. Seperti… seorang kekasih. Dia hanya memandangiku lama sekali. Tiba-tiba bibirnya bergerak mengatakan sesuatu.

“Aku suka kamu,” dia mengatakannya dengan halus dan lembut. Tiba-tiba saja, aku sudah terdorong ke belakang. Dan dia dengan sedikit agresif mendekatkan wajahnya…

Tiba-tiba aku mendengar suara yang kukenal berteriak. Takumi otomatis menjauh, tapi dia tidak melepaskan genggamannya. Aku juga segera melihat ke arah itu. Aaron!

Dia dengan cepat melayangkan tinjunya. Takumi langsung roboh. Tapi dengan cepat dia berdiri dan melayangkan tangannya juga ke arah Aaron. Aaron memang kena, tapi syukurlah tidak jatuh. Dengan sikap protektif dia menarikku ke belakangnya. Takumi hanya memandang heran.

“Mengapa kau menggangguku? Apa urusanmu?” dia mengatakannya dalam bahasa inggris.

“Dia tunanganku. Kau tidak boleh mengganggunya lagi. Kalau kau mengganggunya, maka kau akan kehilangan kakimu. Kau tak akan menari lagi,” Aaron mengatakannya dengan nada dingin yang tidak pernah kudengar.

“Aku mencintainya. Dan aku tidak peduli dia tunanganmu,” Takumi tetap bersikukuh.

“Kau tak akan mencintainya selamanya. Itu hanya perasaan sesaat saja. Pergilah!” Aaron mengatakannya dengan tatapan dingin. Takumi balas memandang dengan tatapan menantang. Tapi tiba-tiba dia mengangguk pelan dan pergi. Dia orang yang matang. Aaron segera mendorongku masuk ke ruang ganti dan menyuruhku berganti. Kami tidak akan menghadiri pesta sesudah konser.

Aku segera berganti baju dan membereskan barang-barangku. Aaron menungguku di luar. Well, dia membawakanku sebuket mawar. Syukurlah ini hanya konser perdana. Aku tidak mau harus tampil setiap hari. Melelahkan, padahal aku masih punya banyak kegiatan yang harus kuselesaikan.

Aku segera menggandeng tangan Aaron. Kelihatannya dia masih marah. Aku pura-pura tak mengetahuinya. Tapi, kami hanya diam di sepanjang jalan menuju parkiran. Kami sengaja pulang duluan dengan alasan aku tak boleh berada di luar rumah lama-lama. Klise, tapi wajar.

Ketika mobil sedang melaju, suasana yang tadinya hening dipecahkan oleh suara Aaron yang masih tetap dingin. “Apakah kau menyukai Takumi?”

Entah bagaimana dia mendapatkan pikiran seperti itu. Tapi sudah pasti jawabannya tidak. Aku hanya menatapnya sambil berkata, “Tidak. Apakah aku kelihatan menyukainya?”

“Entahlah. Tadi kau kelihatannya mencintainya,”

“Kapan?”

“Saat kau dipanggung. Kau kelihatan sangat mencintainya. Dan benar-benar senang ketika dia mengatakan cinta,”

“Itu karena aku menghayati peranku. Tapi bukan menghayati dirinya. Lagipula, kalau dia mengatakan cinta padaku berarti dia mencintai si angsa putih kan?”

“Ya,”

“Berarti dia hanya mencintai diriku di atas panggung, bukan diriku yang asli,”

“Makanya dia tidak akan mencintaimu lama-lama. Nanti juga perasaan itu hilang seiring dengan perpisahan kalian. Lagipula, mungkin dia hanya terobsesi padamu,”

“Hmm…”

“Kenapa?”

“Ternyata kau memang benar-benar cemburu ya? Hmm,” kataku menggoda. Well, aku senang dia cemburu.

“Cemburu itu wajar kan. Tapi aku hanya merasa tidak senang dia dekat-dekat denganmu. Yang itu bukan cemburu. Kan dia yang mendekatimu,” katanya asal.

“Hmmm… kalau begitu, saat konser itu. Saat aku merayunya. Benar, kan?”

“…” dia bisu. Yesss!!!

“Malam ini, aku ingin makan beef steak deh. Kalau boleh tambah car cay kweoh. Hehehe…”

“Kamu bisa sakit perut kalau makan begituan malam-malam,” katanya.

“Kalau begitu makan masakan buatan kamu saja deh,” kataku menantang.

“Boleh! Mau makan apa?”

“Hmmm… kalau boleh sih, aku ingin makan spagetthi carbonara lagi. Pokoknya masakan italia deh,” kataku mengetes. Dia sepertinya terdiam. “Oke,”

Waduh….! Perfect banget nih orang. Bisa masak juga ya? Duh… beruntung banget jadi Sally. Dijodohin dengan cowok cakep serba bisa. Ngomong-ngomong, tentang pertunangan… pertunangan itu akan berlangsung sekitar sebulan lagi alias 4 minggu.

Deg! Deg deg deg! Deg!

Memikirkannya saja membuatku deg-degan. Versi publiknya, Sally memang tunangan Aaron. Tapi, versi aslinya akulah tunangan Aaron. Aku yang akan menerima cincin dan lamaran itu toh. Bukan Sally. Kalau dipikir-pikir, ini memang aneh.

Pertukaran tempat ini memang aneh dan tidak wajar. Sangat mengandung resiko. Dan kami memang tidak berpikir panjang. Entah mengapa, aku sekarang jadi homesick berat. Bagaimana keadaan mama dan papa ya?

Tiba-tiba Aaron menegurku. Oh ya ampun! Aku sekarang sedang makan. Sayang sekali aku membiarkan seporsi spagetthi yang ternyata memang enak sekali ini. Aku segera tersenyum dan memakannya.

“Lagi memikirkan apa?” Tanya Aaron.

“Hmm…”

“Homesick? Kamu rindu keluarga kamu ya?”

“Hmm… hehe…” aku berusaha tertawa. Tapi tiba-tiba ingatan tentang keluargaku berputar-putar. Ada ketika pertama kalinya aku menginjakkan kaki ke singapur. Ketika aku bersama mama dan kak Ana datang kesini. Ketika, aku mendapatkan ijasahku. Ketika aku berulang tahun. Aku teringat semuanya, dan rasanya aku ingin menangis. Aku… memang rindu mereka semua.

Tes!

Oh my god. Kenapa air asin ini mesti jatuh segala sih? Aku berusaha mengalihkan pandangan mataku. Oh tuhan! Rasanya mataku semakin kabur saja. Aku reflex menutup wajahku. Dan aku merasa tubuhku ditarik dalam pelukannya. Aku merasa sedikit aman disana. Dan tak terasa sedu sedanku pun pecah. Aku menangis dalam pelukan Aaron.

“Hiks… hiks… aku memang rindu mereka. Entah kenapa aku begitu bodoh dan tak berpikir panjang. Aku takut dengan lomba-lomba itu. Aku juga takut tentang pertunangan itu. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Aku belum mau bertunangan….” Dan aku terus menangis dalam pelukannya.

Apakah cerita-ceritanya bagus?